Jalur pendakian


Gunung Salak dapat didaki dari beberapa jalur pendakian. Puncak yang paling sering didaki adalah puncak II dan I. Jalur yang paling ramai adalah melalui Curug Nangka, di sebelah utara gunung. Melalui jalur ini, orang akan sampai pada puncak Salak II.

Puncak Salak I biasanya didaki dari arah timur, yakni Cimelati dekat Cicurug. Salak I bisa juga dicapai dari Salak II, dan dengan banyak kesulitan, dari Sukamantri, Ciapus.

Jalur lain adalah ‘jalan belakang’ lewat Cidahu, Sukabumi, atau dari Kawah Ratu dekat Gunung Bunder.

Selain itu Gunung Salak lebih populer sebagai ajang tempat pendidikan bagi klub-klub pecinta alam, terutama sekali daerah punggungan Salak II. Ini dikarenakan medan hutannya yang rapat dan juga jarang pendaki yang mengunjungi gunung ini. Juga memiliki jalur yang cukup sulit bagi para pendaki pemula dikarenakan jalur yang dilewati jarang kita temukan cadangan air kecuali di Pos I jalur pendakian Kawah Ratu, beruntung di puncak Gunung ( 2211 Mdpl ) ditemukan kubangan mata air.Gunung Salak meskipun tergolong sebagai gunung yang rendah, akan tetapi memiliki keunikan tersendiri baik karakteristik hutannya maupun medannya.
Bagi masyarakat Sunda yang tinggal di sekitar kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Gunung Salak memiliki makna tersendiri. Gunung ini diyakini oleh masyarakat sekitar sebagai tempat bersemayam dan turunnya para batara atau dewa dari kahyangan. Untuk itu, masyarakat Sunda klasik sering menyebut gunung ini sebagai kabuyutan. Peran gunung sebagai kabuyut dapat dilihat dari cerita-cerita rakyat dan tuturan para pini sepuh.

Oleh masyarakat adat yang tinggal di Desa Giri Jaya, Gunung Salak merupakan kawasan yang penting karena menjadi asal usul daerah dan kehidupan mereka. Gunung Salak juga menyimpan banyak misteri kehidupan, di mana masyarakat meyakini bahwa siapa saja yang dapat menemukan atau mengerti rahasia di dalamnya akan menjadi manusia arif.

Pendapat mereka didasarkan atas tafsiran mengenai asal kata “Salak” yang menjadi nama gunung ini. Menurut masyarakat setempat, nama “Salak” berasal dari “Siloka” dan “Salaka” yang berarti “simbol atau tanda dan juga asal-usul”.

Masyarakat adat ini setiap tahunnya sering menggelar acara-acara seremonial tradisi, seperti seren taun, muludan, dan lain-lain. Ritual digelar di Gunung Salak karena gunung ini sangat dihormati oleh masyarakat setempat.

Gunung Salak juga dikenal sebagai destinasi wisata pendakian oleh para wisatawan pencinta alam. Gunung ini memang tidak setinggi Gunung Gede-Pangrango yang juga ada di Jawa Barat. Namun karena mitos dan keangkerannya, gunung ini menjadi sulit untuk didaki.

Banyaknya jalur menuju puncak Gunung Salak dan saling bersimpangan tentu membingungkan para pendaki. Banyak di antaranya yang kemudian tersasar dan menghilang.

Banyak jalur pendakian, maka banyak pula mitos atau kisah yang menyelimuti Gunung Salak. Selain itu, kawasan ini juga dianggap suci oleh masyarakat Sunda wiwitan karena dianggap sebagai tempat terakhir kemunculan Prabu Siliwangi.

Banyak pendaki mengaku mendengar gamelan atau melihat penampakan saat mendaki Gunung Salak. Karena itu, disarankan untuk tidak mengucapkan kata-kata kotor atau kasar selama perjalanan untuk menghindari gangguan mahluk halus yang menjadi penunggu, menurut kepercayaan penduduk setempat.

Budayawan dan Sejarawan Bogor, Eman Sulaeman membeberkan, orang zaman dahulu lebih mengenal Gunung Salak dengan sebutan Gunung Buled (bulat, red) karena bentuk puncaknya menyerupai lingkaran. Konon, penamaan Salak berasal dari penemuan buah salak besar. “Itu kan hanya mitos, jadi belum bisa dibuktikan kebenarannya hingga kini,” ujarnya.

Menurut dia, di kaki Gunung Salak pernah berdiri kerajaan Hindu pertama di Jawa Barat dengan nama Salakanagara pada abad ke-4 dan 5 Masehi.

“Kemungkinan besar, penamaan Salak berasal dari kerajaan ini karena dilihat dari konsonan vokal terdapat kemiripan,”.

Eman mengungkapkan, Salakanagara dipimpin oleh seorang raja dengan gelar Raja Dewawarman I-VIII. Tidak jelas nama asal usul dan nama asli para raja yang menguasai semenanjung Sunda tersebut, namun terungkap jika mereka berasal dari India Selatan.

Terungkapnya kerajaan Salakanagara bermula dari penemuan tulisan Raja Cirebon yang berkuasa tahun 1617 Wangsakerta, yang ditemukan pada abad ke-19 Masehi. Dari sinilah kemudian diketahui, jika kerajaan Hindu pertama di Jabar bukan Tarumanagara, tapi Salakanagara.

Konon, Raja Dewawarman memiliki banyak keturunan. Di antaranya pernah menjadi raja besar di Tanah Jawa seperti Purnawarman yang memerintah Tarumanagara dan Mulawarman raja dari Kutai Kartanagara. “Tapi, meletusnya Gunung Salak pada tahun 1669 diduga ikut mengubur barang peninggalan bersejarah dari kerajaan Salakanagara,” jelas Eman.

Terkait misteri yang terkandung pada Gunung Salak, Eman mengaku tidak ada hal aneh di sana meski didominasi wilayah hutan. “Saya belum menemukannya. Mungkin itu merupakan cerita mitos yang disebarkan dari mulut ke mulut,” singkatnya.

Hanya saja, di sana terdapat banyak sekali tempat petilasan atau tempat bersemedi para raja dan pengikutnya. Petilasan suci itu tersebar di berbagai titik. Seperti petilasan milik raja Pajajaran, Prabu Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi di kaki Gunung Salak di daerah Bogor dengan total mencapai lebih dari 91 lokasi. “Mungkin bisa ratusan jumlahnya karena pertapa dalam agama Hindu menyucikan Gunung Salak,” ucapnya.

Di sana juga terdapat makam kuno yang berusia ratusan tahun dengan jumlah mencapai lebih dari 40 makam. Makam itu milik pemuka agama Hindu yang wafat dan dikuburkan di Gunung Salak. Sehingga, banyak yang menganggap jika ingin memasuki wilayah Gunung Salak, harus menjaga perilaku dan sopan santun.

Misteri lain yang menyelimuti Gunung Salak adalah pernah terdengar cerita ada goa yang di dalamnya berisi belasan patung emas dalam berbagai ukuran. Tapi, hingga kini belum pernah ada bukti empiris yang ditemukan peneliti.

Kawah Ratu

Kawah Ratu berada di ketinggian 1. 338 meter dpl. Kawah Ratu dapat di tempuh dengan berjalan kaki selama 3 jam. Dengan rute yang terbilang mudah, kamu akan dapat menemui banyak tanaman kantong semar dan anggrek hutan selama perjalaan.

Suasana hutan tropis begitu kental terasa hingga banyak satwa, seperti elang jawa, matoa, bahkan macan kumbang terlihat di sini. Suasana pegunungannya kental dengan nuansa petualangan, suhu udaranya mencapai 10-24 derajat Celsius dan hutan termasuk dalam golongan hutan tadah hujan karena hujan turun hampir setiap hari.

Usai melewati perjalanan panjang, tibalah di tempat pariwisata Kawah Ratu yang merupakan tempat terjadinya aktivitas geologi dari panas bumi. Ini terlihat dari cekungan dan pundakan perbukitan yang mengeluarkan belerang panas dan gas asam sulfide (H2S) berbau menyengat.

Sesekali Kawah Ratu memuncratkan belerang bercampur air hingga suaranya seperti gemuruh yang keras. Atraksi ini menimbulkan kepulan asap belerang yang dapat menutupi seluruh kawasan. Demikian seperti dikutip dari situs Explorebogor.

Tidak hanya daya tarik kawah belerang yang ditawarkan kawasan wisata Kawah Ratu yang berada dalam naungan Taman Nasional  Halimun Gunung Salak (TNGHS). Ada piua Sungai Cikuluwung, airnya bening hingga dasar sungai terlihat kekuningan yang bercampur warna putih. Banyak wisatawan lokal memanfaatkannya untuk berendam dan melepas lelah setelah berjalan menembus hutan.

Tidak sedikit dari pengunjung memanfaatkan air sungai sebagai media pengobatan, terutama untuk mengobati penyakit kulit. Banyak juga yang mengambil belerang untuk dibawa pulang. Namun, proses pengambilan belerang tidak mudah karena belerang yang bagus letaknya tepat di lubang kawah yang sewaktu-watu dapat menyemburkan asap panas. Jika tidak ahli, akibatnya bisa fatal dan menyebabkan kematian.

Meski Kawah Ratu masih menunjukkan aktivitas geologinya, vegetasi tumbuhan di sekitarnya tidak terganggu. Ini terlihat dari beberapa tumbuhan yang hidup, seperti romogiling (Sceferra actinophylla), yang ujung daunnya berbentuk agak bulat dan hidup di sekitar kawah. Sedangkan tumbuhan yang lainnya terlihat kering kerontang karena hawa panas dari kawah tersebut.

Meski unik, fenomena alam Kawah Ratu ternyata cukup berbahaya. Pasalnya, tidak sedikit nyawa wisatawan yang pernah hilang di sana.

Itu terjadi karena belerang yang menguar dari Kawah Ratu beracun. Wisatawan biasanya tidak diperbolehkan berlama-lama di Kawah Ratu. Disarankan untuk mengunjunginya pagi hari karena semakin sore bau belerang akan semakin tajam

 

Tinggalkan komentar